Kulitinto.com – Mabes Polri memberikan penjelasan terkait jumlah anggota kepolisian aktif yang mengisi jabatan di institusi sipil. Klarifikasi tersebut disampaikan untuk merespons berbagai narasi yang beredar di ruang publik mengenai data penempatan anggota Polri di lembaga pemerintahan non-kepolisian.
Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho, menegaskan bahwa jumlah polisi aktif yang menduduki posisi sipil jauh lebih sedikit dibandingkan angka yang sebelumnya ramai diberitakan. Ia menyampaikan bahwa hanya sekitar 300 personel yang saat ini menempati jabatan sipil. Penjelasan tersebut sekaligus meluruskan informasi yang menyebut ada sekitar 4.000 polisi aktif yang berada di posisi sipil.
Sandi menyatakan, angka 4.000 yang sempat beredar tidak mencerminkan jumlah pejabat sipil yang mengisi posisi strategis. Ia menuturkan bahwa sebagian besar dari angka tersebut adalah personel yang menjalankan tugas pendukung non-manajerial.
Ia menjelaskan lebih jauh bahwa jabatan non-manajerial tersebut mencakup tugas administratif hingga fungsi pengamanan, seperti staf teknis, ajudan, serta pengawal untuk pejabat kementerian maupun lembaga negara. Menurutnya, kategori jabatan pendukung ini tidak berada pada posisi pengambil keputusan sehingga tidak berpengaruh pada aspek meritokrasi dalam sistem pemerintahan.
Dalam kesempatan yang sama, Sandi menyoroti kembali pentingnya memahami konteks jumlah yang dipaparkan. Ia menyebut bahwa data yang benar perlu disampaikan secara menyeluruh agar tidak menimbulkan persepsi keliru mengenai peran anggota kepolisian di ranah sipil.
Klarifikasi ini muncul setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk mengabulkan seluruh permohonan uji materi terkait Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Putusan tersebut menegaskan bahwa anggota Polri harus mengundurkan diri atau pensiun terlebih dahulu sebelum dapat mengisi jabatan sipil.
Dalam putusannya, majelis hakim menilai bahwa frasa “mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian” memiliki makna yang langsung dan jelas, sehingga tidak membutuhkan interpretasi tambahan. Sementara itu, frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dinilai justru menciptakan ambiguitas dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum.
Hakim konstitusi menyebut bahwa keberadaan frasa tersebut dianggap mengaburkan syarat utama yang secara tegas diatur dalam undang-undang. Mereka menilai, aturan tersebut dapat berdampak pada ketidakjelasan dalam pengisian jabatan bagi anggota Polri maupun bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berkarier di luar institusi kepolisian.
Permohonan uji materi yang dikabulkan MK diajukan atas dasar kekhawatiran mengenai prinsip netralitas aparatur negara. Pemohon menilai bahwa cukup banyak anggota Polri aktif yang menduduki jabatan sipil tanpa proses pengunduran diri atau pensiun. Situasi ini dianggap berpotensi mengurangi kualitas demokrasi, mengganggu prinsip meritokrasi, dan berdampak pada hak warga negara untuk memperoleh perlakuan yang adil dalam pengisian jabatan publik.
Selain itu, pemohon juga berpendapat bahwa norma dalam aturan sebelumnya membuka ruang terjadinya dwifungsi Polri. Anggota kepolisian dinilai dapat berada pada dua ranah, yakni menjalankan tugas keamanan sekaligus memikul peran pemerintahan dan pelayanan publik. Kekhawatiran tersebut turut mendorong permintaan revisi agar aturan memiliki batas yang lebih tegas.
Dalam permohonannya, pemohon juga menyebut sejumlah nama perwira tinggi Polri yang saat ini mengemban jabatan pada beberapa lembaga negara, mulai dari posisi sekretaris jenderal kementerian, pimpinan lembaga strategis, hingga jabatan teknis di lembaga pemerintahan pusat.
Seiring putusan MK yang telah dibacakan, pemerintah dan Polri diminta menyesuaikan kebijakan kepegawaian agar sejalan dengan aturan baru. Penempatan anggota kepolisian di posisi sipil pun perlu dievaluasi untuk memastikan seluruh jabatan mengikuti persyaratan hukum yang berlaku.
Polri menyatakan akan menunggu kajian lebih lanjut dari pihak terkait mengenai mekanisme penarikan atau penyesuaian penugasan anggota yang saat ini masih berada di jabatan sipil. Evaluasi tersebut diharapkan dapat memperjelas tata kelola kepegawaian dan memastikan keseimbangan antara kebutuhan institusi dan kepentingan publik.



