Padang – Pandemi Covid-19 betul-betul membatasi ruang gerak masyarakat, termasuk para awak media yang saban hari bekerja di lapangan kini terkungkung di rumah saja. Kalau pun harus meliput ke luar rumah, semua dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan mematuhi protokol kesehatan.
Seperti yang dilakukan Andri Mardiansyah, seorang jurnalis dan fotografer media nasional yang bertugas di Sumatera Barat (Sumbar). Setelah lama berkurung membuat berita dari dalam rumah, Andri pun memberanikan diri mencari momen terbaik di tengah wabah corona.
Saya saksikan langsung proses persalinan dengan protokol corona di dalam ruangan operasi.
Dia membulatkan tekad untuk mengabadikan proses persalinan melalui operasi caesar di tengah Covid-19 di RSUP M Djamil Padang. Setelah mengantongi izin, Andri pun memasuki ruang operasi memakai baju hazmat lengkap layaknya petugas medis. Dia mematuhi semua yang diintruksikan dokter.
“Saya saksikan langsung proses persalinan dengan protokol corona di dalam ruangan operasi. Proses persalinannya sekitar 25 hingga 30 menit. Dulu ketika anak saya lahir, saya tak diizinkan masuk oleh dokter. Ketika meliput saya baru bisa melihat proses caesar dari awal hingga akhir,” kata Andri berbagi cerita.
Menurut Andri, tak mudah bisa menjepret sampai ke ruang operasi. Dia harus mengantongi izin dari dirut, tim dokter yang akan mengoperasi, keluarga pasien dan pihak terkait lainnya. “Pesan yang paling saya ingat ketika masuk adalah jangan menyentuh apa pun dalam ruangan. Ini untuk antisipasi tidak terpapar Covid-19,” katanya.
Sebelum berhasil mengantongi izin ke ruangan operasi, Andri telah alat pelindung diri (APD) sendiri. Dia mengaku tidak ingin merepotkan pihak rumah sakit yang ketika itu sangat kekurangan APD. Paling tidak, satu bulan lamanya Andri melengkapi APD satu persatu. Seperti baju hazmat, kacamata google, sepatu both, sarung tangan dan lainnya.
“Saya benar-benar berterima kasih kepada tim medis, humas, dirut RSUP M Djamil dan Uni Sari Lenggogeni yang menjembati saya hingga bisa berkomunikasi dengan dokter Bobby, dr Dovy dan dokter lainnya yang tak bisa saya sebut satu per satu. Tanpa izin mereka prosesi memotret cesar di tengah pandemi Covid-19 tak bisa saya lakukan,” katanya.
Usai memotret momen bersejarah itu, Andri pun meninggalkan ruangan operasi RSUP M Djamil Padang dengan penuh hati-hati. Baju hazmat yang dikenakannya basah dengan keringat. “Panas sekali. Saya bisa bayangkan tenaga medis yang berjam-jam memakai APD lengkap,” katanya.
Ke luar dari ruangan operasi M Djamil Padang, perasaan ayah satu anak itu mulai tidak tenang. Ancaman tertular virus Covid-19 membayang jelas di kepalanya. Dia masuk ke ruang ganti tenaga kesehatan. Berhati-hati sekali Andri membuka satu persatu APD yang melekat di badannya. Sebelum dibuka disemprot dulu dengan handsanitizer.
“Saya pakai sarung tangan dua lapis. Setelah lapis pertama lepas saya semprotkan lagi handsanitizer. Kemudian buka baju hazmat, saya gulung ke bawah. Dalam baju hazmat ada baju khusus bedah yang diberi nakes. Kemudian saya cuci tangan lagi. Setelah itu baru saya buka kacamata. Cuci tangan lagi. Lalu buka masker N95. Cuci tangan lagi. Baru buka masker bedah. Cuci tangan lagi, buka penutup kepala, cuci tangan lagi dan terakhir saya buka sarung tangan kedua. Semua APD itu dibuang ke tong sampah infeksius,” katanya.
Setelah semua APD lepas, dia pun meninggalkan RSUP M Djamil menuju kantor gubernur Sumbar, yang sejak beberapa bulan terakhir menyediakan posko Tanggap Covid-19 untuk media khusus meliput corona. Ruangan tempat jurnalis mangkal kosong saat itu. Andri meletakkan semua peralatan liputannya dan berlari menuju toilet untuk mandi sebersih-bersihnya. Dia mengganti semua semua pakaian yang melekat. Setelah itu pulang menuju kediamannya di kawasan Tabing, Kota Padang.
Sampai di rumah, Andri kembali mandi dan langsung mencuci pakaian yang dipakai dalam ruang operasi. Kemudian, dia mengurung diri dari istri dan anak berbatas dinding tembok. Dua pekan lamanya, namun betul-betul menyiksa.
“Saya bukan jurnalis dan fotografer hebat. Tak ada niat untuk sok paten. Saya hanya ingin menjadi bagian dari sejarah panjang wabah Covid-19 yang menghantam semua sektor. Sejak dulu, saya selalu menyisakan rasa takut untuk selalu waspada. Saya selalu berpegang kepada prinsip ‘Tuhan bersama orang-orang berani,” katanya.
Dia mengisolasi diri selama 21 hari. Waktu selama itu dihabiskannya untuk mengikuti zoom, mengedit hasil jepretan dan membuat berita. Sesekali dilihatnya istri dan gadis kecilnya dari balik kaca kamar, kemudian mereka saling video call.
“Gadis kecil saya tahu profesi ayahnya. Saya saja yang sulit jauh berlama-lama darinya. Ingin memeluk dan menciumnya, tapi takut kalau-kalau saya terpapar saat dalam ruang operasi, lalu menulari istri dan anak. Jadi saya redam semua rasa hingga 21 hari berlalu. Setelah merasa aman, baru kembali berkumpul dengan istri dan anak,” tuturnya.
“Jujur, hal yang paling saya takutkan adalah terpapar Covid-19. Toh, kalau pun saya terpapar karena risiko pekerjaan saya sudah menyiapkan diri dan alhamdulillah sampai saat ini saya masih dalam lindungan Allah,” katanya.
Tips Bagi Jurnalis Menghindari Corona
Selepas kembali berkumpul dengan anak dan istri usai mengisolasi diri, Andri berbagi tips bagaimana tetap aman dan tak tertular dari virus corona itu. Hal ini menurutnya bisa dijadikan sebuah pelajaran bagi para jurnalis yang meliput di kawasan rawan terpapar Covid-19.
Menurut Andri, pulang dari kawasan berpotensi tinggi Covid-19, seorang jurnalis harus mandi sebersih-bersihnya. Jika mungkin mandi dengan air hangat. Kemudian pakai sabun atau sampo. Diamkan sabun dan sampo tersebut beberapa menit agar virus yang hinggap di tubuh mati. Sebab, virus Covid-19 bisa mati karena uap sabun.
“Saya suka mandi dengan air hangat, sebab menurut teorinya air hangat lebih bagus digunakan untuk orang yang kembali dari kawasan berpotensi tinggi penyebaran corona,” katanya.
Kemudian, seluruh pakaian yang dipakai saat meliput harus segera direndam dengan sabun, dicuci dan dijemur. Setelah semuanya bersih baik badan dan pakaian jurnalis yang baru kembali dari kawasan berpotensi tinggi diharusnya menjauh atau mengisolasi diri dari keluarga. Baik istri, anak-anak dan keluarga lainnya.
Jika menemukan gejala mengarah ke Covid-19, jurnalis harus segera melakukan tes swab. Jika tidak cukup hanya mengisolasi diri hingga waktu yang ditentukan ahli, paling lama 21 hari.
“Alhamdulillah saya dan banyak teman-teman jurnalis lain yang liputan ke kawasan berpotensi tinggi hingga kini tidak terinfeksi. Insyaallah kami akan selalu aman dan terlindung dari Covid-19, karena melakukan protap ketat. Jika terpapar juga setelah mengikuti protap kesehatan, itu di luar kuasa kami sebagai manusia,” katanya.
Sebelum masuk ke kawasan “berbahaya” seorang jurnalis harus melakukan riset dulu. Jangan sampai gegabah dan bertindak konyol karena bisa berujung fatal. Imunitas tubuh juga harus tetap dijaga dengan mengkonsumsi multi vitamin, sayuran, buah-buahan, istirahat yang cukup dan menggunakan APD sesuai standar dari kementerian kesehatan atau WHO.
“Kemudian yang terpenting ketika sampai di lokasi berpotensi tinggi itu, segera mengabadikan momen yang terlihat. Ambil semua yang dianggap paling penting karena kita tidak tahu ke depannya seperti apa. Apakah pandemi akan terus berlangsung atau berakhir seperti keinginan semua orang. Jadi momen yang ada harus kita abadikan untuk kepentingan orang banyak. Bukan hanya untuk mengisi status di media sosial. Jika itu yang dilakukan, terlalu konyol rasanya. Sebab risiko yang kita hadangan sangat tinggi,” katanya.
Hal lain yang perlu disiapkan adalah mental. Jangan sampai setengah hati. Jika memang ingin terjun. Masuk ke sana, Jika ragu-ragu sebaiknya urungkan niat masuk ke kawasan berbahaya tersebut. Jika mental sudah siap, maka berdoa adalah hal penting lainnya. Doa dan restu orang-orang dekat, mulai dari orangtua, istri anak dan keluarga besar bagi Andri, adalah bekal penting lainnya dari semua persiapan yang dia buat sematang mungkin, sebelum masuk ke kawasan potensi tinggi Covid-19.
“Untuk kawan-kawan yang tetap stay di rumah juga harus tetap menjaga kesehatan. Konsumsi makanan yang bergizi dan berimbang. Sebab orang yang di rumah saja belum tentu aman. Faktanya banyak juga mereka yang di rumah saja tapi tetap terpapar,” katanya.
Dia mengajak semua pihak untuk tetap menerapkan protokol kesehatan di mana pun berada. Sebab jangan sampai terjangkit dulu baru taat protokol kesehatan. []