Kejadian kekerasan yang menimpa Nurhadi terjadi sekitar pukul 20.55 WIB-22.25 WIB (sekitar 90 menit).
Dalam keterangan AJI Surabaya, sekitar pukul 20.30 WIB, korban dibawa keluar oleh seseorang yang diduga oknum anggota TNI yang menjaga gedung dan korban kemudian dimasukkan ke mobil patroli dan dibawa ke pos TNI. Di sana, tak lama kemudian, korban dimintai keterangan mengenai identitas.
Lalu sekitar Pukul 20.45 WIB, setelah dimintai keterangan mengenai identitas, korban kemudian dibawa ke Polres Pelabuhan Tanjung Perak.
“Sekitar pukul 20.55 WIB, belum sampai ke Polres, korban kemudian dibawa kembali lagi ke Gedung Samudra Bumimoro. Sesampainya di Gedung Samudra Bumimoro, korban kembali diinterogasi oleh beberapa orang yang mengaku sebagai polisi dan beberapa orang lain yang diduga sebagai oknum anggota TNI, serta ajudan Angin Prayitno Aji,” beber Ketua Aji Surabaya Eben Haezer Panca dalam keterangannya, Minggu (28/3/2021).
“Sepanjang proses interogasi tersebut, korban kembali mengalami tindakan kekerasan (pemukulan, tendang, tampar) hingga ancaman pembunuhan. Korban juga dipaksa untuk menerima uang Rp 600.000 sebagai kompensasi perampasan dan pengrusakan alat liputan milik korban. Oleh korban uang ini ditolak namun pelaku bersikeras memaksa korban menerima, bahkan memotret saat korban menerima uang tersebut. Belakangan, oleh Nurhadi, uang tersebut disembunyikan oleh korban di salah satu bagian mobil,” lanjutnya.
Hingga akhirnya, sekitar pukul 22.25 WIB, Nurhadi dibawa ke Hotel Arcadia, usai diinterogasi dengan penuh kekerasan.
“Setelah melakukan proses interogasi penuh kekerasan tersebut, korban kemudian dibawa ke Hotel Arcadia Surabaya. Di hotel tersebut korban kembali diinterogasi oleh dua orang yang mengaku sebagai anggota Kepolisian Polrestabes dan anak asuh Kombes Pol Achmad Yani yang bernama Purwanto dan Firman,” ungkap Eben.
Hingga pada Minggu (28/3) dinihari sekitar pukul 01.10 WIB, Nurhadi keluar dari Hotel Acardia dan diantarkan pulang hingga ke rumah.
Atas kejadian ini, lanjut Eben, Aliansi Anti Kekerasan Terhadap Jurnalis yang terdiri dari Aliansi Jurnalis independen (AJI) Surabaya, Kontras, LBH Lentera, LBH Pers, dan LBH Surabaya melakukan pendampingan terhadap korban dan sepakat menempuh langkah hukum terhadap peristiwa ini dan mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini serta memastikan para pelakunya mendapatkan hukuman sesuai peraturan hukum yang berlaku.
Eben juga menyatakan bahwa apa yang dilakukan para pelaku adalah termasuk kegiatan menghalang-halangi kegiatan jurnalistik dan melanggar UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Selain itu, juga melanggar UU nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 12 tahun 2005 tentang tentang pengesahan konvensi hak sipil dan politik dan Perkap nomor 8 tahun 2009 tentang pengimplementasian Hak Asasi Manusia.
“Kami mengecam aksi kekerasan ini dan mendesak aparat penegak hukum untuk profesional menangani kasus ini, apalagi mengingat bahwa sebagian pelakunya adalah aparat penegak hukum,” ujar Eben.
Dia juga mengingatkan kepada masyarakat serta aparat penegak hukum bahwa kerja jurnalistik dilindungi oleh Undang-undang Pers.
sumber : detikcom