Liputan6.com, Jakarta – Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) mengecam kasus kekerasan yang menimpa wartawan Tempo, Nurhadi pada Sabtu malam, 27 Maret 2021 di Surabaya. KKJ meminta polisi mengusut tuntas kekerasan yang menimpa Nurhadi.
“Meminta Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta mengusut tuntas kasus kekerasan yang menimpa jurnalis Tempo, Nurhadi sesuai hukum yang berlaku. Keseriusan Polda Jatim dalam menindak para pelaku kekerasan menjadi bukti profesionalisme Kepolisian ke depan,” ujar Koordinator KKJ Wawan dalam keterangannya, Minggu (28/3/2021).
Wawan menjelaskan, Nurhadi mengalami kekerasan ketika menjalankan tugas jurnalistik dari redaksi Majalah Tempo.
Redaksi Tempo meminta Murhadi meliput mantan Direktur Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak Kemenkeu) Angin Prayitno Aji.
Angin diduga terlibat dalam kasus penurunan pajak yang tengah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kekerasan yang dialami Nurhadi terjadi sekitar pukul 18.25 WIB pada Sabtu, 27 Maret 2021. Saat itu, Nurhadi mendatangai Gedung Samudra Bumimoro di Jalan Moro Krembangan, Morokrembangan, Kecamatan Krembangan, Kota Surabaya, Jawa Timur,” cerita Wawan.
Kedatangan Nurhadi untuk meminta konfirmasi kepada Angin terkait kasus yang menyeret namanya. Pada saat itu juga tengah berlangsung resepsi pernikahan antara anak Angin dengan anak Kombes Achmad Yani, mantan Karo Perencanaan Polda Jatim.
Namun, ketika Nurhadi sedang memotret Angin yang sedang berada di atas pelaminan dengan besannya, ia kemudian didatangi oleh seorang panitia pernikahan. Panitia sempat mengambil gambar Nurhadi dan menanyakan identitasnya.
“Nurhadi yang akan keluar dari gedung kemudian dihentikan oleh beberapa orang panitia dan ditanya identitas dan undangan mengikuti acara,” kata Wawan.
Panitia sampai mendatangkan keluarga mempelai untuk mengonfirmasi apakah mengenal Nurhadi atau tidak. Setelah keluarga mempelai mengatakan tidak mengangenalinya, Nurhadi langsung didorong dan dibawa ke belakang gedung oleh seorang ajudan Angin.
Menurut Wawan, meski sudah menjelaskan statusnya sebagai wartawan Tempo, mereka tetap merampas telepon genggam Nurhadi dan memaksa untuk memeriksa isinya. Nurhadi juga ditampar, dipiting, dipukul di beberapa bagian tubuhnya, dan diancam akan dibunuh.
“Sepanjang proses interogasi tersebut, korban kembali mengalami tindakan kekerasan (pemukulan, tendangan, tamparan) hingga ancaman pembunuhan,” ucap Wawan.
Nurhadi juga dipaksa menerima uang Rp 600 ribu sebagai kompensasi perampasan dan pengrusakan alat liputan milik korban. Namun Nurhadi menolak uang tersebut meski terus dipaksa.
Setelah menjalani proses interogasi, sekitar pukul 22.25 WIB, Nurhadi dibawa ke sebuah hotel di Jalan Rajawali, Krembangan Selatan, Kecamatan Krembangan, Surabaya.
Di hotel itu, Nurhadi kembali diinterogasi oleh dua orang yang mengaku sebagai anggota kepolisian Polrestabes dan anak asuh Kombes Achmad Yani yang bernama Purwanto dan Firman. Pukul 01.10 WIB, Nurhadi baru diperbolehkan keluar dari hotel dan diantarkan pulang.
“Nurhadi mengalami berbagai macam tindakan kekerasan, mulai dari intimidasi, kekerasan fisik, perusakan alat kerja, hingga penyekapan pada saat melakukan tugas jurnalistik. Penghalang-halangan terhadap kegiatan jurnalistik seperti ini melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pihak Kepolisian mesti mengusut tuntas kasus ini,” kata Wawan.
Wawan juga meminta Kapolri Listyo Sigit Prabowo dan jajarannya untuk memberikan perlindungan terhadap jurnalis yang melakukan kerja-kerja jurnalistik.
“Mengingatkan kepada masyarakat serta aparat penegak hukum di mana pun bahwa kerja-kerja jurnalistik dilindungi oleh Undang-undang Pers,” jelas dia.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat, kasus kekerasan terhadap wartawan pada 2020 meningkat signifikan dibanding tahun sebelumnya. LBH Pers mencatat, pada 2020 terjadi 117 kasus kekerasan terhadap wartawan dan media, meningkat 32 persen dibandingkan pada 2019 (79 kasus).
Dari 117 kasus tersebut, sebanyak 99 kasus terjadi pada wartawan, 12 kasus pada pers mahasiswa, dan 6 kasus pada media, terutama media siber.
Sementara AJI Indonesia mencatat, pada 2020 terjadi 84 kasus kekerasan terhadap wartawan atau bertambah 31 kasus dibandingkan pada 2019 (53 kasus). Pelaku kekerasan paling banyak adalah aparat keamanan.