KulitInto.com – Indonesia akan kembali melaksanakan Pemilihan Umum (Pemilu), termasuk Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) pada 14 Februari mendatang. Sejak 2004, Pemilu telah menjadi proses langsung di mana warga memilih calon anggota legislatif serta presiden-wakil presiden. Namun, mengingat dinamika politik terkini, Pemilu 2024 kemungkinan besar akan menjadi yang terakhir dengan sistem langsung bagi Indonesia. Pemikiran ini disampaikan oleh Peneliti Senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lili Romli.
“Pemilu 2024 adalah momen penting bagi demokrasi kita. Apakah kita akan terus mempertahankan esensi demokrasi di Indonesia, atau akan mengalami kemunduran yang signifikan?” ujar Lili dalam acara Bloomberg Technoz Economic Outlook 2024 di Hotel Westin, Jakarta, pada Rabu (7/2/2024).
Menurut Lili, ada risiko besar bahwa Pemilu 2024 akan menjadi yang terakhir dengan sistem langsung. Hal ini terkait dengan kemungkinan perubahan sistem Pemilu menjadi lebih otoriter, mirip dengan masa Orde Baru di mana rakyat tidak memiliki wakil langsung di Senayan maupun dalam pemilihan presiden-wakil presiden.
“Ada tiga undang-undang yang akan berdampak signifikan, yaitu UU ITE, UU KPK tanpa revisi, dan penerapan UU KUHP pada tahun 2026. Ini mengkhawatirkan karena dapat mengurangi kebebasan berpendapat. Semua menjadi semakin terpantau dan terbatasi,” tegas Lili.
Lili Romli, sebagai Peneliti Senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menyuarakan beberapa catatan kritis mengenai Pemilu 2024.
Romli menyoroti fenomena dinasti politik yang sedang berlangsung, yang diinisiasi oleh Presiden Joko Widodo dan memberikan dampak pada aspek lain dalam pemerintahan dan demokrasi di Indonesia.
Hal ini dimulai dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90 yang menetapkan syarat bahwa calon presiden dan wakil presiden harus berusia minimal 40 tahun, kecuali jika telah menjabat sebagai kepala daerah seperti gubernur, bupati, atau wali kota. Keputusan ini dinilai membuka peluang bagi Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi calon wakil presiden dari Prabowo Subianto. Namun demikian, keputusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) sebelumnya telah menunjukkan adanya pelanggaran etik oleh seluruh hakim MK dan mengakibatkan pemecatan Ketua MK Anwar Usman.
“Selain itu, pendaftaran Gibran sebagai calon wakil presiden juga menuai kritik karena diduga melanggar kode etik berdasarkan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Ini menunjukkan adanya pelanggaran serius yang dilakukan oleh anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Ketua KPU, Hasyim Asy’ari,” ungkap Romli dalam acara Bloomberg Technoz Economic Outlook 2024 pada Rabu (7/2/2024).
Demikianlah gambaran mengenai perjalanan menuju Pemilu 2024 dan tantangan yang dihadapi dalam menjaga integritas demokrasi di Indonesia.
Baca juga: Konferensi Pers BNN Membuat Wartawan Menunggu Berjam-jam
Sumber: Bloomberg Technoz