Praktik pembuatan dan penjualan sertifikat vaksin Covid-19 asli tapi palsu (aspal) kembali terulang. Mirisnya, kali ini pelakunya adalah relawan vaksinasi Covid-19 nasional.
Kabid Humas Polda Jawa Barat (Jabar) Kombes Erdi A Chaniago menjelaskan, praktik tersebut dibongkar berawal dari patroli siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jabar yang menemukan akun Facebook bernama Jojo pada Agustus 2021.
“Akun Facebook bernama Jojo menawarkan dan memperdagangkan sertifikat vaksin kepada pemesan tanpa melakukan penyuntikan vaksin,” ucap Erdi saat ungkap kasus di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung, Selasa 14 September 2021.
Dari temuan tersebut, Erdi menuturkan, penyidik kemudian melakukan identifikasi pemilik akun Facebook Jojo tersebut. Hasilnya, seorang pelaku berinsial JR berhasil diamankan, mirisnya JR merupakan relawan vaksinasi Covid-19.
“Tersangka inisial JR yaitu Jonatan Rangga alias Jojo,” ujar Erdi.
JR melakulan pemalsuan ini seorang diri. Modusnya yakni dengan menggunakan akun media sosial untuk menawarkan sertifikat vaksin tanpa melakukan penyuntikan.
Jepang Peringatkan Warganya Ada Potensi Teror di Indonesia dan 5 Negara Lain
Pengguna jasa pembuatan sertifikat hanya tinggal menyerahkan NIK KTP, kemudian pelaku mengakses website Primarycare dan memasukkan data pengguna jasa.
“Pelaku JR memasukkan data berupa NIK pemesannya dan pemesan akan mendapatkan sertifikat vaksin Covid tanpa melakukan penyuntikan vaksin terlebih dahulu.
Berdasarkan pengakuan JR, Erdi menyebutkan, serifikat vaksin Covid-19 itu dijual dengan harga Rp. 100 hingga 200 ribu. Sementara itu, JR mengaku telah membuat dan menjual 9 sertifikat vaksinasi Covid-19 dengan keuntungan Rp. 1,8 juta.
“Barang bukti itu ada 9 sertifikat vaksin Covid-19,” tutur Erdi.
Atas perbuatannya, pelaku JR dijerat pasal berlapis. Ia terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.
“JR disangkakan Pasal 62 ayat 1 Jo Pasal 9 ayat 1 huruf c UURI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 115 Jo Pasal 65 ayat 2 UURI Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, Pasal 48 ayat 1 Jo Pasal 32 ayat 1 dan atau Pasal 51 ayat 1 Jo Pasal 36 UURI Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dia diancam pidana 5 hingga 12 tahun penjara,” pungkasnya.
Sumber: limapagi.id