Kulitinto.com – Presiden Prabowo Subianto membacakan pidato penyampaian Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 serta Nota Keuangan di Gedung DPR, Jumat (15/8). Dalam kesempatan itu, pemerintah menegaskan arah kebijakan anggaran akan berfokus pada pembangunan manusia, terutama melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Program ini menjadi sorotan karena mendapat alokasi dana yang sangat besar. Pada 2026, anggaran yang disiapkan untuk MBG mencapai Rp335 triliun, melonjak tajam dibandingkan APBN 2025 yang hanya sebesar Rp71 triliun. Dengan angka tersebut, MBG menjadi salah satu program sosial terbesar dalam sejarah APBN Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, dana MBG akan bersumber dari alokasi anggaran pendidikan yang totalnya Rp757,8 triliun. Artinya, sekitar 44 persen dari dana pendidikan akan dialihkan untuk program ini. Ia menegaskan bahwa MBG tidak berdiri sendiri, melainkan berjalan bersama program pendidikan lain seperti beasiswa Bidikmisi, beasiswa LPDP, dan Program Indonesia Pintar.
Sementara itu, alokasi untuk sektor perlindungan sosial hanya naik moderat sebesar 8,6 persen menjadi Rp508,2 triliun. Hal ini memperlihatkan bahwa program MBG memang diprioritaskan sebagai pilar utama pembangunan manusia di era pemerintahan Prabowo.
Menurut sejumlah analis, arah kebijakan ini berbeda dengan periode sebelumnya. Pada masa Presiden Joko Widodo, APBN banyak diarahkan untuk pembangunan infrastruktur. Prabowo, sebaliknya, menempatkan pemenuhan gizi anak-anak sebagai langkah awal dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pendekatan ini dinilai sebagai upaya langsung untuk mengatasi permasalahan stunting dan gizi buruk yang masih menjadi tantangan nasional.
Analis senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita, menilai kebijakan ini merepresentasikan pergeseran paradigma pembangunan manusia. Dengan anggaran lebih dari Rp300 triliun, program MBG diharapkan mampu menghasilkan efek berganda pada perekonomian. Sektor pertanian, industri pangan, hingga usaha kecil penyedia katering berpotensi mendapat manfaat dari program tersebut.
Meski demikian, Ronny juga mengingatkan adanya tantangan besar dalam implementasi. Belanja dalam jumlah besar tidak otomatis menjamin keberhasilan jika tidak diiringi dengan tata kelola yang baik. Risiko penyalahgunaan anggaran, kendala distribusi, serta potensi ketidaktepatan sasaran menjadi perhatian yang perlu diantisipasi.
Selain itu, penggunaan anggaran pendidikan untuk MBG menimbulkan perdebatan tersendiri. Sebagian kalangan menilai kebijakan tersebut dapat mengurangi porsi pendanaan bagi aspek penting lain seperti peningkatan mutu guru, penelitian, dan pembangunan fasilitas pendidikan.
Kendati menuai pro dan kontra, pemerintah tetap menempatkan MBG sebagai strategi utama RAPBN 2026. Langkah ini diproyeksikan menjadi fondasi baru pembangunan manusia Indonesia, dengan menekankan pemenuhan kebutuhan dasar sebelum masuk ke aspek lain.
Dengan fokus pada gizi anak-anak, pemerintah berharap dapat menekan angka stunting, memperbaiki kualitas kesehatan, serta mencetak generasi yang lebih produktif di masa depan. Jika dilaksanakan dengan efektif, program ini dipandang berpotensi menjadi warisan kebijakan penting dalam sejarah pembangunan nasional.

