KulitInto.com – Tujuh puluh sembilan tahun berlalu sejak peristiwa heroik yang terjadi di Pekalongan pada 3 Oktober 1945, namun semangat perjuangan yang diwariskan masih terasa kuat hingga hari ini. Pertempuran yang mengakibatkan gugurnya 37 pejuang dan melukai 12 lainnya ini selalu diperingati setiap tahunnya oleh masyarakat dan Pemerintah Kota (Pemkot) Pekalongan. Momen bersejarah ini menjadi pengingat akan besarnya pengorbanan para pahlawan lokal yang berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Peringatan tahun ini akan digelar bersamaan dengan dua perayaan nasional lainnya, yakni Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober dan Hari Batik Nasional pada 2 Oktober. “Bulan Oktober memiliki banyak peristiwa penting yang harus kita peringati. Selain Hari Kesaktian Pancasila dan Hari Batik Nasional, tanggal 3 Oktober menjadi momen untuk mengenang pertempuran bersejarah di Pekalongan,” ujar M. Taufiqu Rochman, Plt Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Pekalongan, dalam keterangannya pada Jumat (27/9/2024).
Seperti tahun-tahun sebelumnya, peringatan Pertempuran 3 Oktober akan digelar dengan upacara dan pertunjukan teatrikal yang melibatkan berbagai elemen masyarakat. Acara ini dipusatkan di Monumen Perjuangan 3 Oktober, sebuah lokasi yang menjadi simbol sejarah pertempuran. Taufiq menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan berbagai persiapan guna memastikan kelancaran acara. “Kami sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk Polres Pekalongan, Kodim 0710/Pekalongan, Brimob, dan Dinas Perhubungan. Kami juga sudah mengatur rekayasa lalu lintas di sekitar area monumen agar acara dapat berlangsung tanpa hambatan,” paparnya.
Salah satu bagian paling dinantikan dari peringatan ini adalah pertunjukan teatrikal yang dipersembahkan oleh Sanggar Omah Budaya, kelompok teater lokal yang telah lama berkolaborasi dengan Pemkot Pekalongan dalam peringatan ini. Sanggar Omah Budaya sudah beberapa kali terlibat dalam acara serupa, sehingga mereka telah memahami betul narasi sejarah yang ingin disampaikan. “Kerjasama kami dengan Sanggar Omah Budaya sudah terjalin lama. Mereka paham benar bagaimana merangkai cerita pertempuran 3 Oktober dengan cara yang dapat menggerakkan hati masyarakat,” kata Taufiq.
Pada pertunjukan tahun ini, sebanyak 120 orang akan terlibat sebagai pemain, termasuk pelajar, masyarakat umum, dan komunitas teater setempat. Latihan intensif telah dimulai sejak Sabtu lalu, dengan fokus untuk menyempurnakan tiap adegan yang akan dipentaskan di hadapan warga Pekalongan. “Persiapan sudah dilakukan sejak jauh-jauh hari. Kami berharap semua berjalan sesuai rencana, terutama terkait cuaca,” ujar Taufiq.
Baca juga: Pramono Anung Terbuka untuk Pertanyaan Sensitif: Persiapkan Upaya Konkret Atasi Permasalahan Jakarta
Selain memperingati jasa pahlawan, acara ini juga memiliki tujuan untuk menanamkan rasa cinta tanah air kepada generasi muda. Peringatan ini, menurut Taufiq, bukan hanya sekadar ritual tahunan, tetapi juga sebuah kesempatan untuk mengingatkan kembali tentang pentingnya semangat perjuangan dan persatuan di tengah tantangan zaman modern. “Kami ingin generasi penerus selalu mengingat bahwa kemerdekaan yang kita nikmati hari ini adalah hasil dari pengorbanan luar biasa para pejuang. Semoga acara ini bisa menjadi pengingat bahwa perjuangan belum usai, meski bentuknya berbeda,” tambahnya.
Meskipun acara ini telah menjadi tradisi, selalu ada tantangan dalam pelaksanaannya, termasuk faktor cuaca. Pihak panitia berharap cuaca akan mendukung agar acara dapat berjalan dengan lancar dan dihadiri oleh banyak warga. “Kami berdoa agar saat acara berlangsung tidak turun hujan. Dengan begitu, masyarakat Pekalongan bisa menyaksikan dan merasakan langsung suasana peringatan ini, sekaligus mengenang perjuangan para pendahulu kita,” ungkap Taufiq dengan penuh harap.
Pertempuran 3 Oktober 1945 mungkin sudah berlalu puluhan tahun yang lalu, namun semangat perjuangan yang ditunjukkan oleh para pahlawan Pekalongan tidak pernah pudar. Perayaan yang diadakan setiap tahunnya ini menjadi simbol bahwa perjuangan untuk kemerdekaan dan keadilan selalu hidup di hati masyarakat, khususnya di Pekalongan.
Di tengah arus modernisasi dan globalisasi, mengenang sejarah lokal seperti ini memiliki arti penting. Sejarah yang dijaga dengan baik akan selalu menginspirasi generasi penerus untuk melanjutkan perjuangan dengan cara mereka sendiri. “Harapan kami, peringatan ini dapat menumbuhkan rasa bangga terhadap sejarah lokal serta semangat untuk terus berjuang dalam menghadapi tantangan masa kini,” tutup Taufiq.
Dengan demikian, peringatan Pertempuran 3 Oktober di Pekalongan menjadi lebih dari sekadar acara seremonial. Ini adalah wujud nyata dari penghargaan terhadap nilai-nilai sejarah dan pengorbanan yang telah diberikan oleh para pahlawan, yang terus menjadi inspirasi bagi masyarakat Pekalongan untuk menghadapi masa depan dengan penuh semangat dan rasa persatuan.